Selasa, 16 Juli 2013

Kisah 7 Anak Mendaki Semeru #1



inlah ke tujuh anak itu (satunya moto)
“Semua yang kalian lakukan, berkacalah pada semesta alam ini!”

Perkataan yang terlontar dari seorang yang ku kagumi, ku hormati, dan ku segani. Diceramahi panjang lebar, tapi bagiku, itu sangat bermakna. Sebagai seorang pecinta alam, aku tersadar dengan perkataannya kala itu. Ternyata, alam tidak hanya menyediakan sekadar keindahan untuk kita nimkmati. Tidak hanya pandangan jasmani yang ditunjukkan oleh alam, tapi juga pandangan rohani, sebuah pembelajaran. Pembelajaran yang telah dipersiapkan dengan sangat hebat luar biasa, oleh sang maha pencipta, sang maha kuasa, pemilik seluruh semesta alam dan isinya.

Mungkin, disini akan mulai diceritakan bagaimana kisah kembara 7 anak, yang berusaha mencari pembelajaran dari alam, sembari menguak keindahan gunung tertinggi di tanah jawa, semeru, beserta puncaknya, istana para dewa, mahameru.

Bagi siapapun penikmat dan pecinta gunung, pasti tahu. Selama perjalanan, alam tak kan pernah mentolerir sedikitpun kesalahan yang kita lakukan. Mulai dari persiapan yang matang. Bayangkan, apa jadinya seorang pendaki tanpa membawa tenda, dimana mereka berteduh dan berlindung, tanpa ada makanan yang cukup, apa mereka bisa mencari makanan di alam liar sana? Ah, sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawablah.

Ke tujuh anak ini, memahami itu secara jelas. Mereka berusaha mempersiapkan segala sesutunya sebelum berangkat menuju istana para dewa. Mulai dari peralatan dan bekal yang harus dibawa, surat yang dibutuhkan, hingga fisik dan mental dengan berolahraga lebih dari biasanya dan meminta izin tentunya (sebetulnya ada yang tidak berolahraga). Mereka mencoba mempersiapkan dengan matang, hingga hari keberangkatan tiba. Barang bawaan mereka terkemas di dalam tas yang akan mereka bawa, tidak dapat dikatakan rapih, malah serabutan. Untungnya, alam mengajarkan sesuatu kepada mereka, saling tolong menolong. sesampainya di stasiun malang, mereka bertemu dengan dua orang pemuda, yang membutuhkan bantuan untuk menyewa mobil menuju lokasi, dan mereka mau diajak menyewa bersama. Dan dua pemuda inilah yang kemudian membantu, lebih tepatnya sangat membantu, dengan meneluarkan semua barang mereka dari dalam tas, dan menata ulang semua barang tersebut. Alam mengajarkan, yang dibutuhkan di dunia ini adalah teman, yang dengan senang hati saling menolong. Mereka pun terbantu.

Namun, ternyata alam kembali mengajarkan sesuatu. Tidak hanya sebatas persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu yang menuntut keberhasilan dan tantangan yang besar. Tapi persiapan yang matang dengan telah belajar banyak tentang hal yang harus dipersiapkan. Karena, sesampainya mereka dilokasi pendakian, di Ranu Pane, salah satu dari tujuh anak ini (sebut saja namanya Wawi) mengalami rasa mual, yang ternyata dikarenakan oleh perubahan tekanan dan ketinggian secara mendadak dan drastis, yang membuat munculnya gejala tersebut. Ke tujuh anak itu sama sekali tidak mengetahuinya. Dan tiadalah satu pun dari mereka yang membawa obat yang dapat mengatasi hal itu. Tertundalah perjalanan mereka selama lebih kurang 60 menit. Dan setelah si Wawi baikan (karena udah tidur sejam lebih), ke tujuh anak itu pun akhirnya memulai perjalanan, menuju istana para dewa. Dan nantinya, mereka masih akan mendapat banyak sekali pembelajaran dari alam yang mereka pijak, lalui, dan nikmati.

2 komentar:

  1. Wawi...?! hmm... temen kamar doni kah itu..? haha :D
    asiik nih bun :D

    BalasHapus
  2. siapa lagi don, haha
    tapi, ssstt, diam2 aja lah don

    BalasHapus