Rabu, 31 Juli 2013

Ketika Keinginan Bertemu Keluarga Terbentur Keperluan "Keluarga Baru"

ramadhan kali ini, memang menjadi bulan ramadhan yang paling singkat buatku untuk berada di rumah bersama orang-orang yang aku sayangi, keluarga.entah apa yang ada di fikiranku, aku rela mengorbankan masa liburku yang idealnya sudah bisa aku ambil sejak akhir april lalu. tapi, ternyata aku baru tiba di kampung halamanku ini pada akhir bulan ini. baru kemarin aku kembali bertemu dengan keluarga ku, setelah terakhir kali pulang pada awal januari lalu. setengah tahun tidak pulang.aku heran. padahal, ketika aku masih ada di IC, kau tahu, pulang adalah hal yang paling aku kejar. tak peduli apapun. setiap ada libur panjang aku pasti langsung berada di rumah, bersama keluarga, di hari pertama liburan itu. tapi kali ini, bahkan hingga hari ke 20 ramadhan pun aku masih berada di kota kembang, bandung. aku menghabiskan masa liburku bersama 'keluarga' baruku di kampus, teman-teman calon divisi keamanan OSKM ITB 2013, teman-teman Eltoro, dan tentunya anak-anak gicen yang super aneh itu.

ketika aku tiba di rumah, aku tersadar, hanya dua minggu yang aku miliki di rumah ini bersama keluargaku sebelum aku harus kembali menajalani kehidupan di bandung, itupun hanya hitungan kotor. mungkin tak sampai dua minggu aku berada di kota kelahiranku ini. bunda sempat terlepas ucapannya, bertanya padaku,'kenapa ibnu baru pulang sekarang nak?' tak bisa ku jawab, hanya tersenyum, tergugu. aku sadar, bahwa sebagai seorang anak, pulang dan bertemu kedua orangtua ku, bercengkrama dengan mereka adalah kewajibanku. tapi, keinginanku untuk bersama keluarga, terbentur dengan kepentingan 'keluarga' ku di sana. aku tak bisa meninggalkan keluarga ku disana begitu saja dan memberikan mereka tanggungan berat karena ketiadaanku bersama mereka. terlalu banyak pelajaran hebat yang akan aku lewatkan jika aku pulang lebih awal di ramadhan kali ini.

tapi satu hal, semua ini aku lakukan untuk pembelajaran. dan pembelajaran itu aku tujukan untuk bisa menjadi orang hebat, orang yang selalu ayah dan bunda bayangkan dan inginkan di setiap alunan doa ayah bunda. semua ini aku lakukan untuk membuat kalian bangga akanku. untuk membahagiakan kalian.

Kisah 7 Anak Mendaki Semeru #3

ke tujuh anak (satunya moto)


Perjalanan hingga pos peristirahatan 1 merupakan  perjalanan yang cukup panjang. Kelelahan sudah sedikit menyerang ke 7 anak pendaki semeru itu. Belum lagi hujan deras yang masih mengguyur bumi menambah kesulitan mereka dalam berjalan. Tak ayal, sepatu dan pakaian yang basah terkena cipratan hujan juga menambah berat beban mereka. Tapi semangat mereka menuju istana para dewa tak pudar begitu saja. Setelah menghabiskan satu bungkus coklat milik salah satu diantara mereka (sebut saja meryam), mereka tersugesti bahwa tenaga mereka (setidaknya) sudah sedikit pulih kembali. Mereka meninggalkan kelompok pejalan lain( yang memang tiba di pos 1 setelah mereka) demi mengejar waktu untuk segera sampai di kaki tanjakan cinta, di tepian danau di atas gunung, ranu kumbolo.

Mereka berjalan, berjalan perlahan, selangkah demi selangkah. Kabut menyelimuti mereka. Batas pandangan terjauh hanya beberapa meter ke depan. Sedangkan di samping kiri mereka, jurang yang terjal juga terselimuti kabut. Salah langkah sedikit saja, entah apa yang akan terjadi pada mereka. Meski tubuh mereka telah dilapisi ponco, tubuh mereka tetap basah, dibasahi oleh keringat. Ternyata, ketika berjalan mendaki gunung, yang padahal hawanya dingin karena ketinggian yang dimilikinya, alih merasakan dingin dan menggunaka jaket, mereka malah memilih memakai kaos, karena ternyata kelelahan membuat suhu tubuh mereka naik dan membuat badan mereka panas. Ternyata suhu tubuh akibat kelelahan mengalahkan dinginnya udara sekitar. jadi buat yang mau mendaki gunung, di perjalanan mendaki disarankan tidak usah memakai pakaian penghangat, itu cuma membuat kalian sesak dan makin berkeringat. Alam kembali member tahu pelajaran baru pada ke 7 anak itu.

Perjalanan yang mereka tempuh meuju pos peristirahatan 2 dan 3 relatif mudah. Tantangan yang mereka hadapi “hanya” kabut, kelelahan, dan hujan yang membuat perjalanan mereka semakin berat. meski semakin sering berhenti sejenak dengan posisi rukuk dengan menahan tas di atas punggung, agar beban tas yang harusnya ditanggung oleh bahu ditanggung sementara oleh punggung (ilmu pramuka yang sedikit diketahui oleh mereka), mereka relatif lebih lancer dan mudah untuk mencapai pos 2 dan 3. Istirahat beberapa menit di pos 2, makan coklat lagi, lanjut jalan lagi. Terlebih lagi perjalanan menuju pos peristirahatan 3. Jalan dari pos 2 menuju pos 3 bisa dikatakan adalah jarak yang paling pendek dibandingkan dengan jarak antar pos yang lain. Mereka “hanya” menempuh beberapa puluh kilo saja. Hingga tibalah mereka di pos 3, yang ternyata mereka tidak bisa beristirahat di pondok yang ada di pos 3, karena entah kenapa pondok di pos 3 roboh, atapnya menyentuh tanah. Untungnya, saat mereka tiba di pos 3 ini hujan telah reda, sehingga mereka tidak perlu susah berteduh di bawah pondok yang atapnya menyentuh tanah. Mereka cukup duduk diatas batang pohon yang tumbang untuk rehat sejenak meluruskan kaki. Namun ada satu hal yang mereka sadari di pos 3 ini. Adalah bahwa mereka berjalan terlalu lambat. Duo pejalan yang menolong mereka ketika sampai di malang yang di pos sebelumnya selalu mereka temui, sudah tidak lagi mereka temui di pos 3. Mereka ternyata memang pemula.

Setelah dirasa cukup, rehat mereka sudahi dan kembali melanjutkan perjalanan. Pos 4, adalah pos terakhir yang akan mereka temui. Dan mereka semakin termotivasi, sebab menurut apa yang mereka baca sebelumnya, pos 4 itu tidak lain tidak bukan adalah danau di atas awan itu sendiri, ya, ranu kumbolo adalah pos 4. Dimana ranu kumbolo ini adalah tempat mereka bisa mendirikan tenda, menginap semalam, memulihkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan menuju istana para dewa.

Bersiap-siap menempuh perjalanan akhir menuju ranu kumbolo, mereka menemukan semangat baru, karena saat itu, yang ada difikiran mereka hanya tempat untuk tidur yang nyaman dan hangat di dalam tenda, makanan berat yang akan mengembalikan kondisi tubuh mereka, dan indahnya lukisan alam ranu kumbolo, danau di atas langit. Mereka yakin, sebentar lagi mereka akan mendapatkan semua itu, tidak lama lagi. Dengan motivasi itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju ranu kumbolo.

Tapi, mereka tidak tahu bahwa di depan mereka, telah menunggu ancaman yang dapat membahayakan jiwa mereka. Mereka tidak tahu, bahwa perjalanan yang akan segera mereka tempuh inilah perjalanan yang paling berat untuk mencapai ranu kumbolo.

Selasa, 30 Juli 2013

Catatan Seorang Bunda


Liburan di rumah, lagi rehat osjur rehat diklat (cerita diklat pankapan deh di posting). Gak ada kerjaan, yaudah blog jadi pelarian kegiatanlah, biar kegiatannya tetap positiflah. Tulisan kali ini sebenarnya bukan tulisan ane, tapi tulisan tentang ane (sok dikit bolehlah). Jadi ini tulisan yang dibikin sama bunda ane, waktu ane masih bocah gendut (katanya sih) yang masih berumur 2 tahunan. Jadi, waktu itu ternyata ane pernah hampir hilang dan tak kembali ke pangkuan mereka (lebai sih). Yaudah langsung aja nih, ane tulisin tulisan bunda.

“Maret 1996

Mengikuti suami yang terpanggil training ke ibu kota, Jakarta, kami (ayah bunda ane) yang memang belum pernah mengunjungi kota metropolitan itu sangat senang sekali. Dimana kesempatan ini bisa kami gunakan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata yang selama ini hanya kami saksikan lewat TV.

Namun disini, di kota yang benar-benar sibuk ini, kelalaian hampir saja membuat kami kehilangan si sulung kami, Ibnu Ganda Raditya. Kebiasaan jelek di kota kami yang kecil dan tidak terlalu ramai, terbawa-bawa ke kota yang hampir menjadi kota megapolitan itu.

Biasanya bila kami berkunjung ke super market atau plaza, ibnu jug bisa bebas memilih barang-barang yang dia inginkan walau tidak semua juga yang kmai belikan, dengan tetap menomorsatukan manfaat bagi si kecil kami itu. Atau setidaknya ibnu bisa bebas berjalan-jalan sesukanya. Soalnya, ibnu paling suka bersembunyi di balik tumpukan barang-barang pajangan, lalu tiba-tiba mengagetkan saya atau ayahnya. Dengan pura-pura terkejut saja, si kecil kami sudah terkekeh-kekeh kegirangan.

Tapi di sini, di Blok M Plaza ini, yang benar-benar membuat kami terkagum-kagum ini, kami kembali lupa memperhatikan si ibnu. Si dua tahun itu dengan leluasa dan santai berjalan sendiri, sementara saya dan suami asyik memilih alat-alat tulis di gunung agung.

Saya baru tersadar saat akan ke kassa, ya Allah di mana ibnu? Saya mencoba memanggil namanya beberapa kali, tetapi ibnu tidak menyahut. Di mana dia?

Saya benar-benar panik. Suami saya mencoba menenangkan saya, katanya kalau saya histeris bisa menarik perhatian orang dan kesempatan ini bisa saja membuat orang yang berniat jahat untuk menculik anak yang luput dari perhatian kami. Jadi saya diminta untuk berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Tapi mana saya bisa berpura-pura begitu. Alat pendingin di ruangan ini mendadak saya rasakan tidak berfungsi. Keringat membasahi wajah dan tubuh saya. Dengan doa di hati kami mengelilingi kembali gunung agung. Duami kea rah luar sementara saya ke arah dalam. Namun si kecil tetap tidak bisa kami temukan.

Saya tersandar beberapa saat, sambil berdoa,’ya Allah, di mana ibnu? Tunjukkan kebesaran-Mu ya Allah, kembalikan ibnu padaku.’

Setelah itu saya menyusul suami yang terus mengelilingi toko ini. Alhamdulillah, tuhan benar-benar mendengarkan doa hamba-Nya. Dengan keluguannya, ibnu memanggilku,’Bunda, temana, nunu cali? Nunu beli ini ya, Nda?’ katanya sambil memperlihatkan mainan huruf-huruf balok berbungkus plastik serta sebuah penggaris.

Air mata tak tertahankan lagi. Sambil menangis saya segera memeluk ibnu tanpa sempat menjawab pertanyaan lugunya. Suami tampak berkomat-kamit yang belakangan diakuinya bahwa dia benar-benar bersyukur atas kebesaran Allah ini.

Di dalam bis kota, dalam perjalanan pulang ke depok, ibnu tertidur. Saat itu saya membatin, andai saja ibnu benar-benar lenyap dari kami atau diculik, siapa dan apa yang harus kami salahkan? Atau haruskah kami kehilangan anak kami satu-satunya (pada saat itu ibun belum punya adik) di kota yang hiruk pikuk ini hanya karena kelalaian kami? Entahlah! Yang pasti ini pelajaran yang sangat berharga bagi kami sebagai orang tua.

Terima kasih atas teguran dan kebesaran-Mu ya Allah. Engkau telah memperingatkan kami yang secara tak sengaja telah melalaikan anugerah terindah dari-Mu.”

Yah, itulah tulisan bunda, sila diambil hikmahnya, apapun yang kalian anggap bisa dibilang pelajaran. Tapi satu hal yang pasti, gak ada orang tua yang mau kehilangan anaknya, semua orang tua pasti sayang sama anaknya. Jadi, bahagiakanlah mereka karena telah menyayangi kita sob.

Sindrom Cinta, Stockholm Syndrome

(gambar disadur dari sini)
stockholm syndrome, gue pertama kali denger istilah ini lewat lagunya muse. yaudah, biasalah, gue yang cuma sekadar penikmat musik, awalnya ga terlalu peduli ama nih judul lagu. gue emang bingung apa maksud dari tuh judul, tapi gue juga ga terlalu merhatiin liriknya awalnya buat seengganya sedikit memahami nih lagu. gue cuma dengerin celotehan vokalis, geukan drummer, ama melodis gitaris. yaudah gue nikmatin gitu aja.

sempet sih, nyoba nanya ke beberapa temen buat nyari tau apa sebenernya stockholm syndrom itu. tapi ternyata belum pada tau juga. stockholm sendiri merupakan ibukota salah satu negara di eropa. nah gue makin bingung aja nih. sindrom apa sih ini? kenapa di namain nama kota nih sindrom? ini penyakit atau apa sih sebenernya? tapi ya karna gue udah terlalu banyak fikiran (waktu itu), akhirnya gue ga terlalu mikirin hal ini. masih banyak yang harus gue (waktu itu)..

singkat cerita, waktu liburan habis dua bulan sibuk diklat dan osjur (ciee), karna nganggur gue iseng ngedengerin semua lagu-lagu lama (ga semua juga sih). dan, bertemulah gue kembali dengan lagu yang satu itu, stockholm syndrome! yaudah, ujuk-ujuk aja penasaran gue muncul lagi. gue cari tau dah tu, apaan si sebenernya sindrom stockholm itu... setelah pencarian yg super, gue akhirnya tau, apa itu stockholm syndrome!

jadi, stockholm syndrome (sindrom stockholm) itu suatu kejadian yang (kalo menurut gue) menunjukkan kalo cinta itu ga perlu alasan. ya, bahkan sangat membuktikan hal itu.

gue bisa berpendapat kaya gitu, karna waktu gue nyari artikel yang ngasi penjelasan tentang sindrom apa sih si sockholm ini, gue kaget! ternyata stockholm itu, adalah sebuah perubahan sikap yang dialamin sama orang yang menjadi korban suatu tindak kejahatan, khususnya korban penculikan dan penyanderaan. si korban ini, yang disandera, bakal menjadi 'ada rasa' sama si penyandera. ya, itulah stockholm syndrome, sindrom dimana korban penyanderaan atau penculikan akan mengalami suatu rasa, yang akrab kita sebut sebagai jatuh cinta, kawan! bahkan, menurut artikel yang gue baca itu, dari beberapa kejadian, korban yang mengalami stockholm syndrome itu sampe ada yang gamau diselamatin, ada yang ngebela si penjahat dari pihak kepolisian, dan yang lebih ekstrim, ada yang langsung depresi setelah si pelaku kejahatan itu mati. ya, itu wajar aja sih, namanya juga udah terlanjur ada rasa, mana ada yang tahan waktu orang yang disayang gaakan ada lagi di dunia ini.

tapi, yang gue ga abis pikir dari sindrom ini, gimana bisa si korban yang secara akal sehat, dia itu jadi korban lho, korban kejahatan, tapi malah 'fall in love' sama tuh yang berbuat kejahatan ama dia. apa selama jadi sandra, si korban diperlakuin dengan ramah, dihidangin makanan mewah, dikasih hadiah, dan dilayanin dengan sangat baik ama si pelaku? atau si pelaku begitu tampan, terlalu menawan, terlalu cantik, buat si korban, sampe-sampe bisa memikat si korban? atau si pelaku malah ngebujuk korban nyogok korban biar jadi ngedukung dia, ngebelain dia? apa sih alasan stockholm syndrome ini?

dan, waktu gue baca tuh artikel lebih lanjut, gaada satupun yang bisa menjelaskan dengan kongkrit apa alasan, yang membuat si korban mengalami yang namanya stockholm syndrome ini, gaada yang bisa ngejelasin, kawan! setelah akhirnya gue pikir-pikir lagi, kayanya emang gaada alasan yang bisa menjelaskan secara pasti penyebab sindrom yang satu ini. bahkan, jika ditanya pada si korban sekalipu, mungkin ia bisa menjawab kenapa, tapi tidak secara pasti, ia akan mengawali jawabannya dengan sedikit terdiam, berfikir sejenak, atau dengan menggunakan awalan 'kenapa ya?' tidak bisa ia jawab dengan langsung, lantang, dan tegas. karna hal yang ia rasakan begitu tiba-tiba, dan tak bisa diungkapkan dengan kata, karna yang ia rasakan, adalah sesuatu yang bernama 'cinta'.

ya, memang begitulah cinta, tidak ada definisi pasti tentang kata yang satu ini, tidak ada. dia datang begitu saja. kenapa? ya, karna cinta, tak butuh alasan. Tapi ingat, jangan sampe cinta bikin kita sesat ya (ini serius). Apa lagi sama lawan jenis kita. Pendamlah cinta itu sampai saat yang tepat, setelah nikah. Ok?

Senin, 29 Juli 2013

Kembali (Main) ke Insan Cendekia #1



Insan cendekia, akhirnya setelah sekian lama menanti (setengah tahun doang sih), beberapa hari yang lalu aku menapakkan lagi kakiku di kampus prestasi mandiri dan islami itu. Tanpa rencana, tanpa persiapan, bahkan tanpa tujuan mungkin, tetiba saja ingin kembali ke tempat yang menyisipkan banyak kenangan di fikiranku, menyelipkan berjuta puing cerita yang tersusun rapi di dalam hati. Hanya ingin, ingin bertemu seorang teman, mungkin, atau mungkin bertemu kenangan bersama seorang teman. Entahlah, yang jelas pagi itu tanpa pikir dua kali, tancap gas, jalan menuju insan cendekia serpong.

·         Perjalanan menuju IC

Dengan bekal seadanya (hanya jas hujan), aku dan seorang teman (baca: iis zulkarnain) memberanikan diri menempuh ribuan kilo perjalanan menuju serpong menggunakan sepeda motor. Capek sih, tapi seru pisan kok, tapi emang capek banget sih, bagian tubuh yang didudukin itu pegel pisan lah, tapi tetap asik kok. Apalagi kita gak tau jalan sama sekali, sama sekali. Wong kita ga di bandung aja masih nyasar, gimana bisa tau jalan ke serpong, bukan lewat tol lagi. Yaudahlah jalan aja, modal berani(baca: nekad) dan niat(baca: sok) aja. Dari mulai keluar bandung lewat jalan sebelah tol Pasteur, kita udah aja ngikutin ke mana angin membawa kita. Kata angin,’belok kiri bun!’ yaudah aja kita belok kiri. Kata angin,’ikutin aja jalan gedenya bun’ yaudah kita nurut. Kata angin,’noh ngekor aja bun sama abang-abang yang pake ransel, sepatu lapangan, motor *inja (kenapa yg disensor hurup pertamanya), dia kayanya lewat jalan yang bakal kalian lewatin kok’ yaudah sok kita buntutin dah tuh si abang-abang. Angin jadi pembisik arah utama kita buat nyampe di tujuanlah pokoknya.

Walaupun sempet muter-muter (emang jalannya muter ya, bukan kita kesasar kok), kita nyampe juga kok di puncak. Sempet ngelewatin instana cipanas, ada pak presiden lagi kongkow ama menterinya, terus kita sapa deh. Sayang mereka ga denger, kebanyakan yang demo ke mereka kali ya, jadi dikira kita berdua mau demo juga (demo apaan berdua pak). Yaudah karna ga diwaro, kita lanjut ke puncak (padahal niatnya mampir di istana cipanas buat minta takjil). Dipuncak kita diberhentiin dua kali coba ama polisi. Pasti gegara motor orang yang kita pake nih (baca: pingi) platnya E, padahalkan bogor platnya F. untung kita udah nyiapin STNK, jadi polisinya malah baik gitu ke kita. Sampe bilang,’mau istirahat dulu mas di pos kita, sepong masih jauh loh’. Wah ngga deh pak makasih, alih-alih mau, yang ada kita serem kali pak diajakin ke pos polisi. Tapi di puncak sabi pisan lah. Dingin (you don’t say). Bayangin aja, di puncak, tapi naik motor (biasa aja sih kalo dibayangin). Tapi seru lah, beneran. Harus nyoba deh. Apa lagi kemaren itu kita hujan-hujanan. Wah yaudah tuh kita diselimuti oleh kabut tak bertuan nan menyesaki pikiran akan hal aneh lagi menyeramkan. Tebing bin jurang di kiri kanan kita gak keliatan lagi, jalan di depan aja ga keliatan jelas, cuma beberapa meter ke depan yang masih keliatan. Mana karna hujan, plus ban motornya si kawan ini ban tubles lagi, yaudah dah tuh licin pisan dah jalannya. Terpaksa demi keselamatan orang lain yang lewat deket kita, kita jalannya pelan-pelan aja, ga pernah lebih dari 90 km per jam lah. Mana si hujan lama lagi, sampe bogor baru kita gak kena hujan lagi.

Di bogor kita ketemu IPB sama kebun raya. Mayanlah, itung-itung sekalian jalan-jalan. Nah jalan dari bogor ke serpong ini yang nauzubillah astaghfirullah. Awal-awal keluar bogor kita tertangkap dan terjebak budaya Indonesia, macet. Mana macetnya di tengah-tengah proyek jalan layang lagi. Parahlah, debu beterbangan kesana kemari, truk-truk gandeng dan tronton mondar mandir mengapit motor kita yang imut lucu mungil dibandingin mereka, alat-alat berat yang teriak-teriak karna kerjaan mereka yang emang berat, sama material bangunan yang ukurannya luar biasa di atas kita yang kalo jatuh kita bisa rata dengan tanah. Sumpeklah macetnya. Untungnya kita berhasil meloloskan diri dari tangkapan macet itu. Tapi ternyata habis itu kondisinya kontras. Kalo yang tadi berisik, sekarang adem ayem jalannya. Mana jalannya lurus banget lagi. Ada kali tuh 50 km jalannya lurus doang. Buset dah disitu mata udah ngantuk banget, jalan gak ada tantangan gitu (sok banget), tapi beneran, wong cuma narik gas doang karna motornya matic, gak perlu belok gak perlu ngehindarin mobil karna ga macet, yang searah dengan kita dan ditrabak truk yang datang dari arah berlawanan, kita udah berada ditengah-tengah mereka hampir diserempet sama dua mobil raksasa itu, karna disitu saya ketiduran sodara-sodara. Terus yang kedua kita hampir nabrak pembatas jalan, karna tetiba motor kita ga terkendali, tiba-tiba belok aja padahal jalan lurus, ya tiba-tibanya karna kita ketiduran juga sih. Untung si kawan yang dibonceng sigap bangun dan bangunin yang membonceng, jadi Alhamdulillah deh kita selamat. Habis itu masuk parung yang jalannya masyaallah hancur pisan parahlah. Itu gak diurus apa ya sama pejabat Negara setempat. Kita udah capek disuruh lewat jalan gitu, makin panas aja (maaf) bokong kita. Untung gak panjang jalannya. Tapi Alhamdulillah sih itu rintangan terakhir. Karna keluar dari jalan itu, kita sampai di perempatan victor, berarti udah selangkah lagi menggapai tujuan. Ternyata kita sampai juga di almamater kita, Insan Cendekia (walau sempat pangling karna di depannya udah banyak bangunan gak jelas yang nutupin IC dari luar). Terbayar sudah kembara lintasan panjang kita dari bandung ke serpong selama 6jam. Fiuuh.

Yah ternyata perjalanan menuju IC naik motor dari bandung emang panjang ya, ceritanya aja sampe panjang gini. Yaudah cerita di IC sama perjalanan balik ke bandungnya nanti ajalah, dari pada kepanjangan gak ada yang mau baca lagi (emang yang ini ada yang mau baca).

Kamis, 25 Juli 2013

Review : MBC Hari Sepuluh


MBC Day 10 dilaksanakan pada hari Rabu,24 Juli 2013, dengan kehadiran fisik sebanyak 169 orang, jauh tidak memenuhi kuorum 210 orang. Akibatnya, kami diminta mengerjakan tugas konsekuensi yaitu menuliskan alasan seringnya tidak mencapai kuorum fisik di blog angkatan sebanyak minimal 80 kata dan disebarkan di jejaring sosial.

Setelah apel pagi, peserta MBC mendapat materi mengenai Palapa. Palapa pertama bernama Palapa Jaya. Proyek ini merupakan proyek angkatan peserta MBC angkatan. Proyek ini dilaksanakan di Desa Jayamukti, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut. Proyek Palapa 2 dilaksanakan di Desa Mekarwangi, Kabupaten Garut. Proyek ini dimulai tahun 2008, dilanjutkan dengan pengerjaan di tahun 2009 hingga selesai pada April 2010. Proyek ketiga Palapa (Palapa III) dilaksanakan di desa yang sama dengan Palapa 2. Berbeda dengan Palapa sebelumnya yang berfokus pada pembangunan instalasi listrik, kali ini Palapa 3 memiliki tujuan berupa pemeliharaan terhadap Palapa Jaya dan Palapa 2, serta pembangunan rumah baca Palapa 3, peternakan domba dan pengembangbiakan lele.

Pembahasan selanjutnya adalah mengenai Community Development. Community Development atau yang disingkat Com-Dev merupakan serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Bedanya dengan Community Service adalah Com-Dev bersifat berkelanjutan sedangkan Community Service bersifat eventual. Materi selanjutnya adalah problem solving yang diberikan oleh Kak Alan. Salah satu metode yang diberikan adalah D.S.P.A. ; 1. Define problem; ketahui poin-poin masalah apa saja yang ada. 2. Structure the problem, konstruksikan masalah-masalah yang ada menjadi sebuah poin masalah yang bisa terselesaikan. 3. Prioritize issues, lihat isu apa yang harus diselesaikan terlebih dahulu. 4. Action plan, buat langkah kerja yang nyata dan jelas Pendefinisian masalah harus didefinisikan dengan SMART (specific, measurable, actionable, realistic, dan time bond). Pembuatan struktur masalah bisa menggunakan Issue Tree yang merupakan solusi-solusi yang terbagi dalam bagan mulai dari yang umum hingga solusi yang spesifik. Pembagian prioritas menggunakan Impact-Effort Matrix yang merupakan matriks yang membagi solusi berdasarkan usaha yang dikeluarkan dan dampak yang dihasilkan Setelah mendapatkan materi, peserta juga mendapatkan proyek angkatan yang berupa kegiatan Community Service yang bertujuan merealisasikan solusi dari masalah yang ada di sekitar kita dengan realisasi maksimal dilaksanakan dalam 2 bulan mendatang.

Rabu, 24 Juli 2013

Kisah 7 Anak Mendaki Semeru #2

ke tujuh anak (satunya moto)
“sebelum kita berangkat dan memulai perjalanan kita menuju istana para dewa, berdoa terlebih dahulu adalah hal yang harus kita lakukan, berdoa dipersilakan!”

Adalah hal yang pasti  dilakukan oleh 7 anak (saat ini masih calon) pendakai semeru ini. Tidak lain dan tidak bukan dikarenakan mereka adalah anak pondok pesantren, kecuali satu dari mereka (sebut saja Ezi). Karena itu mereka terlatih untuk selalu berdoa, mengingat sang Maha Kuasa, Robb mereka, sebelum melakukan aktivitas apapun.

Setelah berdoa dan memastikan bahwa teman mereka, Wawi, yang sebelumnya kurang fit terkena gejala ketinggian telah benar-benar pulih dan dapat memulai perjalanan, akhirnya merekapun menapakkan langkah pertama, sebuah pijakan pasti, untuk memulai petualangan mereka mendaki semeru, dan puncaknya, mahameru.

Baru beberapa meter mereka memulai perjalanan, alam kembali member mereka sebuah pembelajaran hebat. Dimana ternyata terdapat 2 jalur yang dapat dilalui untuk menuju istana para dewa, mahameru. Yang satu adalah jalur umum yang biasa dilalui oleh para pendaki gunung lain, yang merupakan jalan panjang berliku dan melelahkan, tentunya. Sedangkan yang satunya adalah jalur pintas, yang biasa dilalui oleh penduduk Ranu Pane, dimana merupakan jalan yang terjal dan diapit oleh jurang di kiri dan kanannya. Cepat memang untuk bisa mencapai mahameru, tapi sangat beresiko. Dan inilah yang alam ajarkan pada mereka. Bahwa untuk mencapai tujuan yang diinginkan, pasti ada 2 jalan utama, yang mana satu diantaranya jalan berat yang membutuhkan perjuangan lebih dan membuat orang yang memilihnya akan mendapat kepuasan setelah melaluinya, dan yang lainnya jalan pintas yang dianggap remeh dan mudah untuk mencapai tujuan padahal menyimpan banyak marabahaya yang dapat menjerumuskan orang yang memilihnya terperosok ke dalam jurang penyesalan.

Akhirnya mereka memilih untuk jalan panjang yang lebih membutuhkan perjuangan. Jalan, medan basah dan licin akibat guyuran hujan deras mereka lalui dengan sangat hati-hati. Saling mengingatkan, saling menjaga, dan salin tolong, adalah hal yang selalu mereka lakukan selama perjalanan ini, karena memang jalan setapak yang mereka lalui cukup berbahaya. Alam sama sekali tidak memberikan toleransi bagi siapapun yang ingin mendapatkan sesuatu darinya, sesuatu yang berharga. Alam menuntut perjuangan lebih. 7 anak pendaki semeru ini mau tidak mau harus berjuang lebih, untuk mendapat apa yang mereka tuju. Mereka berjalan hati-hati, agar tidak terpeleset, karena di kiri mereka terdapat jurang. Fokus harus selalu mereka jaga. Berjalan pelan, bahkan mungkin sangat pelan, karena sangat berhati-hati, adalah hal yang mereka pilih dalam perjalanan ini.

Perjalanan yang cukup panjang dan membuat lelah mereka tempuh. Merunduk untuk menghindar dari pohon yang tumbag, melompati lobang yang terhubung langsung dengan jurang, dan menghindari rerumputuan berduri dijalan setapak adalah hal yang sering mereka lakukan. Hingga satu lokasi, mereka menemukan pos peristirahatan pertama, pos pemberhentian pertama yang bisa mereka gunakan sejenak untuk rehat. Mereka memutuskan untuk mengambil opsi rehat sejenak disana, karena memang mereka sudah cukup lelah dengan perjalanan ini. Maklum, 7 anak pendaki semeru ini tampaknya kurang persiapan untuk mendaki (terutama yang cewek, sebut saja Himbo, meryam, dan Ezi si satu-satunya bukan anak pesantren tadi). Mereka kurang olahraga. Alam mengajarkan sesuatu pada mereka, fisik, untuk menjadi orang yang berhasil, tetap harus dijadikan modal utama, tidak hanya sekadar keinginan dan tekad belaka. Mereka tersadar, fisik mereka kurang dilatih dan ditempa.


Itulah hal-hal yang diajarkan alam pada mereka hingga mereka tiba di pos peristirahatan 1. Masih banyak lagi pembelajaran yang akan alam beri pada mereka, karena masih ada pos 2, pos 3, dan pos 4 yang akan mereka lalui sebelum tiba di tempat perkemahan pertama untuk bisa benar-benar bersantai dan tidur, sebelum melanjutkan perjalanan menuju istana para dewa.