ke tujuh anak (satunya moto) |
Adalah hal yang pasti
dilakukan oleh 7 anak (saat ini masih calon) pendakai semeru ini. Tidak
lain dan tidak bukan dikarenakan mereka adalah anak pondok pesantren, kecuali
satu dari mereka (sebut saja Ezi). Karena itu mereka terlatih untuk selalu
berdoa, mengingat sang Maha Kuasa, Robb mereka, sebelum melakukan aktivitas
apapun.
Setelah berdoa dan memastikan bahwa teman mereka, Wawi, yang
sebelumnya kurang fit terkena gejala ketinggian telah benar-benar pulih dan
dapat memulai perjalanan, akhirnya merekapun menapakkan langkah pertama, sebuah
pijakan pasti, untuk memulai petualangan mereka mendaki semeru, dan puncaknya,
mahameru.
Baru beberapa meter mereka memulai perjalanan, alam kembali
member mereka sebuah pembelajaran hebat. Dimana ternyata terdapat 2 jalur yang
dapat dilalui untuk menuju istana para dewa, mahameru. Yang satu adalah jalur
umum yang biasa dilalui oleh para pendaki gunung lain, yang merupakan jalan
panjang berliku dan melelahkan, tentunya. Sedangkan yang satunya adalah jalur
pintas, yang biasa dilalui oleh penduduk Ranu Pane, dimana merupakan jalan yang
terjal dan diapit oleh jurang di kiri dan kanannya. Cepat memang untuk bisa
mencapai mahameru, tapi sangat beresiko. Dan inilah yang alam ajarkan pada
mereka. Bahwa untuk mencapai tujuan yang diinginkan, pasti ada 2 jalan utama,
yang mana satu diantaranya jalan berat yang membutuhkan perjuangan lebih dan
membuat orang yang memilihnya akan mendapat kepuasan setelah melaluinya, dan
yang lainnya jalan pintas yang dianggap remeh dan mudah untuk mencapai tujuan
padahal menyimpan banyak marabahaya yang dapat menjerumuskan orang yang memilihnya
terperosok ke dalam jurang penyesalan.
Akhirnya mereka memilih untuk jalan panjang yang lebih
membutuhkan perjuangan. Jalan, medan basah dan licin akibat guyuran hujan deras
mereka lalui dengan sangat hati-hati. Saling mengingatkan, saling menjaga, dan
salin tolong, adalah hal yang selalu mereka lakukan selama perjalanan ini,
karena memang jalan setapak yang mereka lalui cukup berbahaya. Alam sama sekali
tidak memberikan toleransi bagi siapapun yang ingin mendapatkan sesuatu
darinya, sesuatu yang berharga. Alam menuntut perjuangan lebih. 7 anak pendaki
semeru ini mau tidak mau harus berjuang lebih, untuk mendapat apa yang mereka
tuju. Mereka berjalan hati-hati, agar tidak terpeleset, karena di kiri mereka
terdapat jurang. Fokus harus selalu mereka jaga. Berjalan pelan, bahkan mungkin
sangat pelan, karena sangat berhati-hati, adalah hal yang mereka pilih dalam
perjalanan ini.
Perjalanan yang cukup panjang dan membuat lelah mereka
tempuh. Merunduk untuk menghindar dari pohon yang tumbag, melompati lobang yang
terhubung langsung dengan jurang, dan menghindari rerumputuan berduri dijalan
setapak adalah hal yang sering mereka lakukan. Hingga satu lokasi, mereka
menemukan pos peristirahatan pertama, pos pemberhentian pertama yang bisa
mereka gunakan sejenak untuk rehat. Mereka memutuskan untuk mengambil opsi
rehat sejenak disana, karena memang mereka sudah cukup lelah dengan perjalanan
ini. Maklum, 7 anak pendaki semeru ini tampaknya kurang persiapan untuk mendaki
(terutama yang cewek, sebut saja Himbo, meryam, dan Ezi si satu-satunya bukan
anak pesantren tadi). Mereka kurang olahraga. Alam mengajarkan sesuatu pada
mereka, fisik, untuk menjadi orang yang berhasil, tetap harus dijadikan modal
utama, tidak hanya sekadar keinginan dan tekad belaka. Mereka tersadar, fisik
mereka kurang dilatih dan ditempa.
Itulah hal-hal yang diajarkan alam pada mereka hingga mereka
tiba di pos peristirahatan 1. Masih banyak lagi pembelajaran yang akan alam
beri pada mereka, karena masih ada pos 2, pos 3, dan pos 4 yang akan mereka
lalui sebelum tiba di tempat perkemahan pertama untuk bisa benar-benar
bersantai dan tidur, sebelum melanjutkan perjalanan menuju istana para dewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar