Senin, 23 Desember 2013

Ketika Cinta Tak Harus Memiliki

(gambar disadur dari sini)
tersebutlah seorang pemuda yang merupakan pendatang di suatu kota. dia adalah seorang pemuda yang telah memiliki cukup kedewasaan dan kemapanan untuk menyempurnakan separuh agamanya. menikah. mimiliki pemikiran yang hebat, harta yang lebih dari cukup, dan pengalaman yang luar biasa. pun kini di hatinya telah ada nama seorang gadis yang dipilihnya. bukan, bukan dalam bentuk kekasih yang ia inginkan untuk selalu ada di sampingnya. bukan itu. tapi sebuah pilihan yang lebih berdasarkan bentuk cinta pada yang paling dicintainya. sebuah bentuk pilihan yang didasarkan pada akal sehat, bukan keindahan pandangan mata, kelembutan pendengaran telinga, bukan sekadar getaran hebat dalam dada. lebih dari itu, pilihan menurut perasaan yang halus, ruh yang suci. pilihan setelah bertanya pada yang paling dicintainya.

tapi apa daya, di kota itu ia hanyalah seorang pendatang, yang tenggelam di tengah dalamnya tradisi yang ada pada kota itu. tanpa orang tua, tanpa saudara, tanpa keluarga. sendirian. untuk itu, ia meminta tolong pada seorang sahabat baiknya yang berasal dari kota itu, untuk membantunya mengkhitbah (meminang) gadis yang menjadi pilihannya. orang yang dimintai tolong olehnya bukan hanya seorang sahabat biasa. ia meminta tolong pada orang yang telah dipersaudarakan dengannya, yang telah memiliki ikatan persaudaraan atas dasar lebih dari persaudaraan darah, atas dasar persaudaraan iman. atas dasar cinta pada yang paling mereka cintai. kepada orang inilah ia meminta tolong untuk mengkhitbah gadis yang dipilihnya.

gembira, haru, bahagia. betapa perasaan senang luar biasa yang dirasakan oleh saudaranya tersebut, hingga yang meminta tolong dan yang diminta saling merangkul dalam kehangatan luapan emosi kegembiraan yang luar biasa hingga membuat mereka harus menahan jatuhnya butiran air mata. yang dimintai tolong menganggukkan kepala pertanda akan dengan langkah yang ringan membantunya. seletah persiapan dirasa cukup, dengan mahar yang yang telah diupayakannya dengan seluruh gerakan jiwa raganya, dua bersahabat ini melangkah dengan langkah yang indah, berjalan menuju rumah yang dituju. rumah sang gadis yang akan di khitbah.

hingga pada saatnya, sampailah mereka di rumah orang tua gadis yang ingin mereka khitbah. dengan mengerahkan segala upaya terbaiknya, sang sahabat pelamar mengutarakan maksud kedatangan mereka. mengkhitbah sang putri tercinta pemilik rumah. berbicara sang sahatab, tentang sahabatnya yang memiliki hajat, menamaparkan siapa sahabatnya ini. dengan logat dan nada bicara khas penduduk asli kota itu, sang sahabat berbciara pada sang pemilik rumah.

selesai menyampaikan maksud kedatangan dan berbicara menjelaskan tentang sahabatnya yang ingin melamar, sang bapak pemilik rumah meminta waktu pada mereka, tak lama, hanya untuk berjalan menuju kamar anak gadisnya, untuk bertanya langsung pada putrinya yang sedari dua sahabat ini menginjakkan kaki di rumah itu, telah mendengarkan percakapan mereka bersama ayahandanya, dari balik tirai kamarnya.

beberapa menit menunggu dengan hati yang berdebar, pemuda yang ingin mengkhitbah dan sahabatnya mendengarkan suara dari dalam kamar tempat sang gadis berada. suara seorang perempuan. ibu sang gadislah yang kemudian berbicara menjawab khitbah yang disampaikan sang sahabat untuk pemuda yang ingin mengkhitbah.

"maafkan kami atas keterusterangan ini," suara nan syahdu itu memulai jawaban," karena anda berdua datang kemari mengkhitbah putri kami, dengan mengharap ridho-Nya, kami menolak pinangan itu. tetapi, jika pemuda yang datang untuk menemani memiliki tujuan yang sama dengan yang ditemani, maka sungguhlah putri kami telah memiliki jawaban untuk mengiyakan tujuan tersebut,"

kenyataan dari sebuah jawaban yang sangat memilukan. keterusterangan yang mengejutkan. sebuah ironis, sekaligus indah. sang gadis lebih tertarik dan memilih orang yang menyertai, orang yang dimintai tolong, orang yang sudah melebihi saudara sedarah bagi sang pemuda yang ingin mengkhitba., sang gadis lebih memilihnya dari pada sang pemuda pengkhitbah itu sendiri. mengejutkan dan ironis, menghentakkan bahkan meremukkan jiwa dan perasaan, andai saja sang pemuda yang ditolak hanyalah seorang pemuda biasa. tapi tidak. sekali-kali tidak. kisah ini tidak menjadi kisah yang berakhir demikian. kisah ini menjadi indah.

alangkah indahnya reaksi sang pemuda, yang jika ia hanya seorang pemuda biasa, bayangkan perasaannya ketika perasaan cinta dan persaudaraan bertemu, bahkan bertabrakan, bergejolak berebut tempat dalam hati. tapi lihatlah bagaimana reaksinya. bagaimana kesadaranlah yang dikuasainya; kesadaran bahwa ia sama sekalai tak punya hak apapun, tak punya hak sedikitpun atas orang yang dicintainya. alangkah hebat dan indahnya jawaban pemuda ini.

"Allahu Akbar!" serunya,"semua mahar dan nafkah yang telah kupersiapkan ini akan aku serahkan pada sahabatku ini, dan aku akan menjadi saksi dalam pernikahan kalian! berbahagialah, saudaraku!"

tak sedikitpun kekesalan yang terbersit dalam hati dan pikiran pemuda itu. ia berujar demikian dengan penuh suka cita. dengan keikhlasan yang bahkan belum tentu kita pun mampu mencapainya dalam kasus kita kehilangan suatu barang. bukan berarti sang pemuda tak mencintai sang gadis. tidak. ia hanya tahu, bahwa cinta tak harus memiliki. bahkan tak satupun di dunia ini adalah miliknya. semuanya hanya titipan, amanah dari sang maha memiliki. ia hanya tahu, bahwa mencintai adalah untuk memberi, bukan meminta. ia hanya tahu, bahwa cinta yang paling tinggi hanyalah untuk ilahnya. ia hanya tahu, bahwa ia takkan pernah mau kehilangan ilahnya, kehilangan yang paling dicintainya. ia hanya tahu, allah akan selalu bersamanya.

dialah, Salman Alfarisi.

2 komentar:

  1. subhanallah. .maaf kak, ini kisah nyata?

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah, insyaallah ini kisah nyata sahabat nabi yg cerdas, yg memiliki ide membuat parit pada perang khandaq, salman alfarisyi

      Hapus