Selasa, 16 Juni 2015

Jangan Takut, Bermimpilah

(gambar disadur dari sini)

Pernah ada yang bilang, ‘jangan bermimpi terlalu tinggi, nanti kalau jatuh sakitnya minta ampun’. Ada dua tanggapan mengenai pernyataan ini. Pertama, seseorang akan berfikir bahwa kalimat ini benar adanya, lantas ia menurunkan level mimpinya menjadi easy. Kedua, seseorang akan tidak peduli dengan pernyataan itu dan tetap memasang mimpinya pada level unfair.

Yang manapun itu, itu tergantung bagaimana kita menyikapi hidup ini. Jika kita termasuk golongan orang yang pertama yang setelah mendengar kalimat itu kita lantas menurunkan level mimpi kita menjadi easy atau bahkan amateur, itu tidak salah. Toh ketakutan itu adalah suatu hal yang wajar, pada dasarnya. Wong takut ketinggian aja wajar, kenapa takut gagal nggak. Namanya juga orang takut, ya mau diapain lagi. Mungkin orang yang menulis tulisan ini juga termasuk orang golongan ini, dulunya. Sekarang? Mudah-mudahan sudah berubah. Kenapa? Karena saya sadar kalau saya telah menjadi orang yang rugi karena masuknya ke golongan yang ini. karena sebenarnya ketakutan itu bisa dibilang tidak ada, kecuali kita sendiri yang selalu memunculkan dan menciptakannya.

Coba fikirkan, misalnya ketakutan akan hantu atau makhluk halus lainnya. Bukankah hantu di tiap daerah berbeda-beda? Kalau di barat hantunya itu kayak werewolf,  vampire, atau apalah hal-hal lain yang ada di barat. Beda dengan kita yang hantunya kalau menurut saya lebih seram. Mana ada di daerah barat sana hantu kaya pocong, kuntil anak, gunderowo, atau apalah hantu-hantu lainnya yang Cuma ada di Indonesia. Mantap ya Indonesia, hantunya aja beragam, multikultur. Bhinneka Tunggal Ika memang. Jadi kenapa hantu bisa beda di tiap daerah? Ya karena ketakutan akan hantu tadi sebetulnya awalnya diciptakan oleh fikiran manusia itu sendiri. Fikiran kita yang tidak mau menghilankan ketakutan membuatnya berimajinasi lebih tinggi akan ketakutan itu sendiri (ini bahasanya ilmiah juga ya). Jadilah turun yang sangat temurun ketakutan hantu itu sampai sekarang.

Balik ke topik. Ya intinya betulkan, ketakutan itu muncul karena adanya fikiran yang kita ciptakan sendiri. Ketakutan itu pada dasarnya tidak ada. Bahkan ketakutan pada yang menciptakan kita aja, yang seharusnya satu-satunya yang kita takuti, gak muncul gitu aja. Kita harus menciptakan fikiran takut pada-Nya. Karena itu kenapa kita harus takut apalagi cuma untuk bermimpi. Mimpi itu suatu hal yang penting. Suatu penyesalan karena dua tahun ke belakang mimpi saya tidak pernah menggantung setinggi-tingginya. Hasilnya? Hasilnya yang saya peroleh ya gitu-gitu aja, buruk bahkan. Kesalahan terbesar bila kita tidak punya target ke depannya, bila kita tidak punya mimpi ke depannya.

Masalah terbesar dalam bermimpi tinggi adalah takut akan kegagalan itu tadi, termasuk mungkin saya juga mengalaminya. Takut terjatuh dan sakit bila kita bermimpi terlalu tinggi. Memang, terjatuh itu suatu hal yang pasti ketika kita bermimpi sangat tinggi. Sakit? Pasti, tidak ada kegagalan yang tidak menyakitkan. Tapi bukankah kesuksesan itu dinilai bukan dari sesedikit apa kita gagal, tapi dari seberapa sering kita bangkit kembali setelah mengalami kegagalan itu. Ya, saya menulis ini dengan harapan ke depannya kita, terutama saya, memiliki mimpi yang setinggi-tingginya. Semoga kita menjadi orang yang berhasil, yang selalu bangkit setelah kegagalan menimpa. Bukankah kegagalan merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk diceritakan ketika kita sudah mencapai keberhasilan? Karena kesalahan itu bukan dinilai dari kegagalan, tapi dari mimpi yang terlalu rendah.

(gambar disadur dari sini)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar