(gambar disadur dari sini) |
Pernah ada yang bilang, ‘jangan bermimpi terlalu tinggi,
nanti kalau jatuh sakitnya minta ampun’. Ada dua tanggapan mengenai pernyataan
ini. Pertama, seseorang akan berfikir bahwa kalimat ini benar adanya, lantas ia
menurunkan level mimpinya menjadi easy. Kedua, seseorang akan tidak
peduli dengan pernyataan itu dan tetap memasang mimpinya pada level unfair.
Yang manapun itu, itu tergantung bagaimana kita menyikapi
hidup ini. Jika kita termasuk golongan orang yang pertama yang setelah
mendengar kalimat itu kita lantas menurunkan level mimpi kita menjadi easy atau
bahkan amateur, itu tidak salah. Toh ketakutan itu adalah suatu hal yang wajar,
pada dasarnya. Wong takut ketinggian aja wajar, kenapa takut gagal nggak.
Namanya juga orang takut, ya mau diapain lagi. Mungkin orang yang menulis
tulisan ini juga termasuk orang golongan ini, dulunya. Sekarang? Mudah-mudahan
sudah berubah. Kenapa? Karena saya sadar kalau saya telah menjadi orang yang
rugi karena masuknya ke golongan yang ini. karena sebenarnya ketakutan itu bisa
dibilang tidak ada, kecuali kita sendiri yang selalu memunculkan dan
menciptakannya.
Coba fikirkan, misalnya ketakutan
akan hantu atau makhluk halus lainnya. Bukankah hantu di tiap daerah
berbeda-beda? Kalau di barat hantunya itu kayak werewolf, vampire, atau apalah hal-hal lain yang ada di
barat. Beda dengan kita yang hantunya kalau menurut saya lebih seram. Mana ada
di daerah barat sana hantu kaya pocong, kuntil anak, gunderowo, atau apalah
hantu-hantu lainnya yang Cuma ada di Indonesia. Mantap ya Indonesia, hantunya
aja beragam, multikultur. Bhinneka Tunggal Ika memang. Jadi kenapa hantu bisa
beda di tiap daerah? Ya karena ketakutan akan hantu tadi sebetulnya awalnya
diciptakan oleh fikiran manusia itu sendiri. Fikiran kita yang tidak mau menghilankan
ketakutan membuatnya berimajinasi lebih tinggi akan ketakutan itu sendiri (ini
bahasanya ilmiah juga ya). Jadilah turun yang sangat temurun ketakutan hantu
itu sampai sekarang.
Balik ke topik. Ya intinya
betulkan, ketakutan itu muncul karena adanya fikiran yang kita ciptakan
sendiri. Ketakutan itu pada dasarnya tidak ada. Bahkan ketakutan pada yang
menciptakan kita aja, yang seharusnya satu-satunya yang kita takuti, gak muncul
gitu aja. Kita harus menciptakan fikiran takut pada-Nya. Karena itu kenapa kita
harus takut apalagi cuma untuk bermimpi. Mimpi itu suatu hal yang penting.
Suatu penyesalan karena dua tahun ke belakang mimpi saya tidak pernah
menggantung setinggi-tingginya. Hasilnya? Hasilnya yang saya peroleh ya
gitu-gitu aja, buruk bahkan. Kesalahan terbesar bila kita tidak punya target ke
depannya, bila kita tidak punya mimpi ke depannya.
Masalah terbesar dalam bermimpi
tinggi adalah takut akan kegagalan itu tadi, termasuk mungkin saya juga
mengalaminya. Takut terjatuh dan sakit bila kita bermimpi terlalu tinggi.
Memang, terjatuh itu suatu hal yang pasti ketika kita bermimpi sangat tinggi.
Sakit? Pasti, tidak ada kegagalan yang tidak menyakitkan. Tapi bukankah
kesuksesan itu dinilai bukan dari sesedikit apa kita gagal, tapi dari seberapa
sering kita bangkit kembali setelah mengalami kegagalan itu. Ya, saya menulis
ini dengan harapan ke depannya kita, terutama saya, memiliki mimpi yang
setinggi-tingginya. Semoga kita menjadi orang yang berhasil, yang selalu
bangkit setelah kegagalan menimpa. Bukankah kegagalan merupakan suatu hal yang
sangat menarik untuk diceritakan ketika kita sudah mencapai keberhasilan?
Karena kesalahan itu bukan dinilai dari kegagalan, tapi dari mimpi yang terlalu
rendah.
(gambar disadur dari sini) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar