seorang sosiolog, yang mungkin tidak terlalu masyhur, membuat sebuah pernyataan dari penelitian yang telah dilakukannya terhadap generasi yang ada saat ini. sosiolog tersebut memberi nama, atau julukan lebih tepatnya, kepada generasi muda yang ada saat ini, yaitu manusia-manusia yang lahir dalam rentang tahun 1990-an hingga 2000-an awal. generasi ini disebutnya dengan "Generation Y". ya, itulah sebutan yang diberikannya pada orang-orang yang telah ditelitinya.
dalam hasil penelitiannya terhadap orang-orang yang termasuk pada golongan yang ia sebut sebagai Generation Y ini, ia mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik umum yang terdapat pada hampir seluruh Generation Y ini. sifat-sifat tersebut adalah pemalas, narsistik, tidak peka terhadap masalah dan isu yang ada, dan tidak visioner. jika anda termasuk ke dalam Generation Y ini, anda merasa memiliki sifat seperti yang dikatakan oleh sosiolog ini? kalaupun anda tidak, akuilah jika memang benar jika kebanyakan dari teman-teman seangkatan kita yang memiliki sifat itu.
lalu mengapa hal itu bisa terjadi? mengapa generasi kita, Generation Y ini bisa memiliki sifat-sifat itu? tak dapat dipungkiri, jika memang reolusi industrilah yang telah membuat Generation Y ini memiliki sifa-sifat tersebut. bagaimana tidak? lihatlah, akibat revolusi indutri yang sebegitu hebatnya, hingga kini muncul barang-barang super canggih, semisal tablet, smartphone, atau apapun itu. memang, hal tersebut merupakan suatu perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa. tapi lihatlah apa efek samping yang bisa ditimbulkan oleh barang-barang tersebut. efek sampingnya, dikatakan oleh sosiolog tadi, adalah munculnya Generation Y itu. bagaimana?
jawabannya sangat mudah ditemukan. pertama, pemalas. lihatlah bagaimana anak-anak di masa ini, yang berumur dibawah sepuluh tahun, bahkan mungkin masih balita, tapi telah memiliki barang-barang tersebut, telah bisa dengan bebas menggunakan barang-barang tersebut. lihatlah bagaimana anak-anak itu menjadi sangat jarang berinteraksi dengan teman-temannya, bahkan mungkin untuk sekadar ngobrol langsung masih lebih sedikit mereka lakukan jika dibandingkan dengan balas-balasan mention, atau chating, atau apalah itu. padahal, tak jarang mereka berada di satu lokasi, yang sebetulnya, bisa mereka lakukan dengan obrolan secara tatap muka. tapi apa? alat-alat itu tadi terlalu memfasilitasi mereka, membuat mereka malas. yang ada di fikiran mereka, 'kalau bisa ga gerak kenapa harus gerak'. lihatlah betapa alat-alat itu membuat mereka menjadi pemalas, bahkan mungkin walau hanya untuk sekadar menggerakkan bibir untuk berbicara. selain itu, perhaikanlah, jika seorang anak telah memiliki alat-alat itu, takkan lagi mereka bermain keluar rumah, seperti untuk bermain bola, layangan, atau bahkan walau hanya untuk bermain kelereng, atau lompat tali mngkin. mereka terlalu malas untuk melakukan itu, akibat telah asik dengan permainan yang ada di alat-alat tersebut.ya, mereka menjadi malas, terbuktikan?
dari sisi narsistik, lihat saja. betapa banyak media sosial yang terfokus pada memperlihatkan foto-foto? apapun foto pasti di unggah ke media tersebut. entah itu instag*am, P*th, atau apapunlah. bahkan makanan pun difoto, terlalu narsistik bahkan. dari sisi tidak peka terhadap masalah yang ada, lihatlah berbagai realita sosial yang ada saat ini. bandingkan, berapa banyak orang yang membuka media sosial, apapun itu, dan berapa banyak yang membaca koran atau media sumber berita lainnya. lihat pula bagaimana media berita pun telah lebih mementingkan isu tidak bermutu seperti vikinisasi atau apapun itu, dibandingkan dengan kasus suap ketua MK. karena apa? nilai jual mereka akan lebih tinggi dengan memberi berita sejenis vikinisasi tersebut daripada memberikan informasi tentang kasus-kasus yang padahal lebih harus diketahui para pemuda-pemudi bangsa ini. namun apa, kita terlalu malas untuk sekadar mengetahui lebih dalam dari suatu berita.
dan dari segi tidak visioner, hal itu dikarenakan mereka terjebak dalam keadaan deilusion. keadaan dimana mereka mempunyai mimpi, yang mungkin mereka dapat dari game yang mereka mainkan di alat-alat tersebut, atau darimana pun, akan tetapi mereka tidak tahu langkah-langkah, step apa yang harus mereka lakukan untuk mencapai mimpi itu. mereka hanya berkhayal dan bermimpi, tanpa tindakan nyata untuk merealisasikan mimpi itu. karena memang mereka masih terjebak dengan selalu menggenggam alat-alat itu tadi. mereka tidak berusaha mewujudkan mimpi-mimpi itu. mereka memiliki mimpi, tapi tanpa disertai dengan visi dan misi yang jelas. dan itu jelas hanyalah tak lebih dari sebatas bunga tidur.
lalu, apakah harusnya tidak ada revolusi industri dan tidak ada semua alat-alat tersebut? tidak juga, bukan begitu cara menanggapinya. hal yang harus diperbaiki adalah dari sisi pribadi dari Generation Y tadi. orang-orang yang termasuk didalamny haruslah mampu mengatasi tantangan negatif yang datang dari revolusi industri dan teknologi itu. jangan sampai terjebak dalam kemalasan hanya karna ketagihan membuka media sosial yang ada. jangan sampai terjebak dalam keadaan tidak visioner karena terjebak dalam bayang semu mimpi virtual yang didapat dari permainan-permainan yang ada. idealnya Generation Y ini mulai menghilangkan tiga sifat yang disebutkan oleh sosiolog tadi sebagai ciri utama Generation Y itu sendiri. Generation Y harus mampu menjawab tantangan perkembangan zaman, yang jika tidak diatasi dengan baik, bisa malah memberi berbagai dampak negatif dalam jangka panjang. mulailah berubah dari diri sendiri, hilangkan sifat malas, tinggalkan zona nyaman, dan buatlah visi besar, yang tidak lagi hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga untuk nusa bangsa dan agama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar