ke tujuh anak (satunya moto) |
Perjalanan hingga pos peristirahatan 1 merupakan perjalanan yang cukup panjang. Kelelahan sudah
sedikit menyerang ke 7 anak pendaki semeru itu. Belum lagi hujan deras yang
masih mengguyur bumi menambah kesulitan mereka dalam berjalan. Tak ayal, sepatu
dan pakaian yang basah terkena cipratan hujan juga menambah berat beban mereka.
Tapi semangat mereka menuju istana para dewa tak pudar begitu saja. Setelah menghabiskan
satu bungkus coklat milik salah satu diantara mereka (sebut saja meryam),
mereka tersugesti bahwa tenaga mereka (setidaknya) sudah sedikit pulih kembali.
Mereka meninggalkan kelompok pejalan lain( yang memang tiba di pos 1 setelah
mereka) demi mengejar waktu untuk segera sampai di kaki tanjakan cinta, di
tepian danau di atas gunung, ranu kumbolo.
Mereka berjalan, berjalan perlahan, selangkah demi
selangkah. Kabut menyelimuti mereka. Batas pandangan terjauh hanya beberapa
meter ke depan. Sedangkan di samping kiri mereka, jurang yang terjal juga
terselimuti kabut. Salah langkah sedikit saja, entah apa yang akan terjadi pada
mereka. Meski tubuh mereka telah dilapisi ponco, tubuh mereka tetap basah,
dibasahi oleh keringat. Ternyata, ketika berjalan mendaki gunung, yang padahal
hawanya dingin karena ketinggian yang dimilikinya, alih merasakan dingin dan
menggunaka jaket, mereka malah memilih memakai kaos, karena ternyata kelelahan membuat
suhu tubuh mereka naik dan membuat badan mereka panas. Ternyata suhu tubuh
akibat kelelahan mengalahkan dinginnya udara sekitar. jadi buat yang mau
mendaki gunung, di perjalanan mendaki disarankan tidak usah memakai pakaian
penghangat, itu cuma membuat kalian sesak dan makin berkeringat. Alam kembali member
tahu pelajaran baru pada ke 7 anak itu.
Perjalanan yang mereka tempuh meuju pos peristirahatan 2 dan
3 relatif mudah. Tantangan yang mereka hadapi “hanya” kabut, kelelahan, dan
hujan yang membuat perjalanan mereka semakin berat. meski semakin sering
berhenti sejenak dengan posisi rukuk dengan menahan tas di atas punggung, agar
beban tas yang harusnya ditanggung oleh bahu ditanggung sementara oleh punggung
(ilmu pramuka yang sedikit diketahui oleh mereka), mereka relatif lebih lancer dan
mudah untuk mencapai pos 2 dan 3. Istirahat beberapa menit di pos 2, makan
coklat lagi, lanjut jalan lagi. Terlebih lagi perjalanan menuju pos
peristirahatan 3. Jalan dari pos 2 menuju pos 3 bisa dikatakan adalah jarak
yang paling pendek dibandingkan dengan jarak antar pos yang lain. Mereka “hanya”
menempuh beberapa puluh kilo saja. Hingga tibalah mereka di pos 3, yang
ternyata mereka tidak bisa beristirahat di pondok yang ada di pos 3, karena
entah kenapa pondok di pos 3 roboh, atapnya menyentuh tanah. Untungnya, saat
mereka tiba di pos 3 ini hujan telah reda, sehingga mereka tidak perlu susah
berteduh di bawah pondok yang atapnya menyentuh tanah. Mereka cukup duduk
diatas batang pohon yang tumbang untuk rehat sejenak meluruskan kaki. Namun ada
satu hal yang mereka sadari di pos 3 ini. Adalah bahwa mereka berjalan terlalu
lambat. Duo pejalan yang menolong mereka ketika sampai di malang yang di pos
sebelumnya selalu mereka temui, sudah tidak lagi mereka temui di pos 3. Mereka ternyata
memang pemula.
Setelah dirasa cukup, rehat mereka sudahi dan kembali
melanjutkan perjalanan. Pos 4, adalah pos terakhir yang akan mereka temui. Dan mereka
semakin termotivasi, sebab menurut apa yang mereka baca sebelumnya, pos 4 itu
tidak lain tidak bukan adalah danau di atas awan itu sendiri, ya, ranu kumbolo
adalah pos 4. Dimana ranu kumbolo ini adalah tempat mereka bisa mendirikan
tenda, menginap semalam, memulihkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan
menuju istana para dewa.
Bersiap-siap menempuh perjalanan akhir menuju ranu kumbolo,
mereka menemukan semangat baru, karena saat itu, yang ada difikiran mereka
hanya tempat untuk tidur yang nyaman dan hangat di dalam tenda, makanan berat
yang akan mengembalikan kondisi tubuh mereka, dan indahnya lukisan alam ranu
kumbolo, danau di atas langit. Mereka yakin, sebentar lagi mereka akan
mendapatkan semua itu, tidak lama lagi. Dengan motivasi itu, mereka kembali
melanjutkan perjalanan menuju ranu kumbolo.
Tapi, mereka tidak tahu bahwa di depan mereka, telah
menunggu ancaman yang dapat membahayakan jiwa mereka. Mereka tidak tahu, bahwa
perjalanan yang akan segera mereka tempuh inilah perjalanan yang paling berat
untuk mencapai ranu kumbolo.
lebai ih si Ibun
BalasHapusahaha, lebai bagian mana meh? tapi kalo ga gitu ga ada yg mau baca ntar
BalasHapushahaha koplak. segera lanjutin ceritanya buuuun :D
BalasHapusditunggu ya yam, lg proses editing (?)
BalasHapus