(gambar disadur dari sini) |
pesta demokrasi kali ini adalah yang pertama kali penulis ikut serta di dalamnya ini adalah kali pertama penulis bisa ikut menyuarakan aspirasi dari diri penulis untuk bangsa ini ya, mudah-mudahan untuk bangsa ini. ini adalah kali pertama diadakannya pesta demokrasi setelah penulis memenuhi syarat untuk menjadi pemilih, yang dalam hal ini adalah memiliki KTP. dan sebagai rakyat yang punya hak, penulis memilih untuk ikut serta secara aktif dalam pesta demokrasi kali ini. penulis ikut memilih para calon wakil rakyat itu, meski prosesnya bisa dibilang butuh sedikit perjuangan lebih. tapi, ya, penulis pada akhirnya tetap bisa menyuarakan hak untuk memilih itu. penulis ikut mencoblos, untuk pertama kali!
ada beberapa hal pembelajaran yang didapat dari pesta demokrasi yang pertama kali penulis ikuti ini. pertama, bahwa tentunya pesta demokrasi ini memakan banyak sekali uang negara, dengan sistemnya yang masih terbilang konvensional. dengan sistem coblos pada kertas, yang mana ada empat lembar kertas berukuran A3, dan tiap kertasnya diprint berwarna, tentunya itu akan menghabiskan sangat banyak biaya bahkan hanya untuk mencetak surat suara. untuk pembaca yang sedang atau sudah mendalami dunia informatika, dunia programming, tolonglah bantu negeara ini untuk membuat suatu sistem pesta demokrasi yang lebih canggih, lebih modern. pemilihan yang bisa dilakukan secara digital, tanpa harus mengeluarkan banyak biaya, yang katanya bahkan mencapai 170 triliun rupiah! negara ini sangat membutuhkan kalian, insinyur informatika.
contoh surat suara (gambar disadur dari sini) |
ada 4 kertas suara berukuran A3, semua berwarna (gambar disadur dari sini) |
poster yang beredar diberbagai medsos |
yang ke dua, sistem koordinasi di negeri ini masih kurang sempurna. terbukti, info tentang cara pindah TPS untuk para perantau, seperti penulis misalnya, masih simpang siur. pada awalnya, dikatakan bahwa para perantau semisal mahasiswa, boleh tetap memilih di daerah tempat tinggalnya di tanah perantauan dengan terlebih dahulu mengurus suatu surat pengantar yang telah disediakan KPU di tiap-tiap lembaga/universitas tempat orang itu bekerja/belajar. namun, setelah itu muncul lagi kabar, juga dari KPU, bahwa untuk para perantau jika ingin memilih tidak harus mengurus surat pengantar tersebut. cukup datang pada hari H dengan membawa KTP, di sekitar jam dua belas siang, maka ia bisa memilih jika ada surat suara berlebih. tapi, tadi ketika penulis datang ke TPS, penulis melihat ada beberapa mahasiswa yang mengambil keputusan ke dua, datang ke TPS tanpa surat pengantar. namun apa yang terjadi? mereka tidak diizinkan untuk memilih, karena dikatakan oleh PPS bahwa harus ada surat pengantar yang disebutkan pada keputusan pertama tadi. PPS menolak keputusan ke dua, dengan dalih bahwa keputusan itu telah dibatalkan di tanggal tujuh april kemarin. simpang siur. bagaimana bisa suatu keputusan tetiba dibatalkan di H-2 pemungutan suara. ada juga yang mengatakan, bahwa keputusan ke dua itu hanya untuk yang berdomisili di daerah TPS tersebut, tapi belum terdaftar sebagai DPT. tetap saja simpang siur, bukan? dan anehnya, tetap saja ada TPS yang membolehkan para perantau memilih hanya dengan memperlihatkan KTP-nya. terlihat sekali kurangnya koordinasi dan sosialisasi keputusan antara KPU dan PPS di tiap TPS-nya.
lalu yang terakhir, penulis lagi-lagi mendapat pembelajaran, bahwa memang rakyat negeri ini, rakyat indonesia, adalah rakyat yang senang dengan pencitraan, cocok sekali dengan yang pernah penulis singgung sebelumnya di tulisan ini. bagaimana tidak, lihat saja hasil 'hitung cepat' atau quick count yang sudah mulai banyak beredar diberbagai stasiun televisi. yang mendapat pilihan tertinggi dari rakyat indonesia pada pesta demokrasi kali ini adalah partai 'merah'. sadarkah, bahwa itu sangat tidak terlepas dari citra si calon presidennya, si 'kotak-kotak'? ya, citra beliau begitu hebat, begitu luar biasa di mata kebanyakan rakyat indonesia dengan jurus 'blusukan' andalannya, sosok ini berhasil mencuri hati hampir semua golongan rakyat. dan momentum habatnya citra sosok ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh partai 'merah' untuk mendulang suara di pesta demokrasi kali ini, dengan motto "coblos merah, kotak-kotak presiden!". dan hasilnya? sangat berhasil! mereka berhasil menjadi peraup suara terbanyak di pesta demokrasi kali ini, meski baru secara 'hitung cepat'. itu sudah lebih dari cukup, untuk menguatkan bahwa memang rakyat negeri ini sangat cinta dan senang dengan yang namanya pencitraan. bahkan, di kampus penulis pun, yang menang pemilihan adalah calon yang citranya lebih bagus dibanding calon lainnya. ya, pencitraan adalah segalanya di negeri ini. bah!
itulah beberapa pembelajaran yang sedikit penuis dapatkan dari pesta demokrasi kali ini, yang pertama kali penulis ikuti ini. terlepas dari itu, semoga mereka yang terpilih menjadi wakil kita, para rakyat, bisa memegang amanah sebaik-baiknya. bisa benar-benar menyuarakan aspirasi kita, para rakyatnya. bukan mementingkan kelompoknya, apalagi peibadinya. semoga negara ini bisa menjadi lebih baik ke depannya, setelah pesta demokrasi kali ini. dan apabila nanti kenyataannya kurang sesuai dari apa yang kita inginkan untuk negeri ini, ingat saja. suara rakyat tidak hanya pada saat pesta demokrasi ini. rakyat tidak hanya bisa bersuara pada saat pemilu. bukan hanya 'lima menit untuk lima tahun'. kita, rakyat, bisa melakukan lebih banyak dari itu. kita bisa menyuarakan aspirasi kita setelah pesta demokrasi ini berakhir, jangan lupakan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar