Minggu, 31 Juli 2016

Catatan Kecil Seorang Hamba

Empat tahun telah berlalu sejak saya ditolak untuk bisa berkuliah di Jepang. Padahal, sudah berbagai jalur saya coba agar bisa menggapai cita-cita saat itu, melanjutkan studi di negeri sakura. Berbagai macam jenis tes diikuti. Mulai dari program yang diadakan oleh pihak Indonesia seperti ILA, sampai berbagai macam program yang diadakan oleh pihak Jepang  seperti Monbusho dan kawan-kawannya yang bahkan saya sudah lupa apa nama jalurnya. Yang saya ingat dengan pasti, tidak kurang dari tiga atau empat jalur telah saya usahakan semaksimal mungkin agar bisa melanjutkan studi, atau kuliah di Jepang.

Uniknya, tidak ada satupun dari seleksi yang saya ikuti tersebut berhasil saya lewati. Tidak ada satu jalur pun yang berhasil saya lalui untuk bisa kuliah di  Jepang. Ada saja kendalanya. Padahal kalau saya fikir waktu itu, saya bukannya tidak mampu untu bisa lolos paling tidak di salah satu jalur itu. Sejujurnya saat itu ketika melihat banyaknya nama-nama yang lolos untuk jalur-jalur tersebut, saya fikir seharusnya nama saya juga termasuk ke dalam daftar orang yang lolos itu. Bahkan masih tergambar jelas bagaimana rasanya melihat pengumuman kelulusan di dalam mesjid sehabis sholat, dan di sana tidak ada nama saya padahal banyak sekali nama kalian tertera di sana. Belasan kalian kalau tidak salah berhasil lolos untuk kuliah di Jepang melalui jalur itu. Tapi kenapa tidak ada nama saya? Segagal itukah saya?

Namun tidak sampai di situ saja. Perjuangan untuk kuliah di Jepang tetap saya lanjutkan melalui berbagai jalur lainnya. Bahkan sampai saat saya sudah mulai berkuliah di ITB, tetap saya masih memperjuangkan jalur terakhir yang ada saat itu. Dan saya lolos sampai ke tahap akhir! Namun setelah dilihat sekali lagi, tahap seleksi akhir itu harus dilakukan di luar Pulau Jawa, dan harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Hebatnya, saya satu-satunya di antara teman-teman yang diharuskan seleksi akhir di sana. Sakit? Pastinya! 

Akhirnya, saat itu, saya berfikir bahwa sepertinya saya memang tidak ditakdirkan untuk kuliah di Jepang. Kemudian saya pun mencari alasannya, karena sejujurnya saya sangat kecewa, saat itu. Setelah dicari, saat itu saya menyimpulkan dari hasil pembicaraan dengan orang tua, bahwa saya tidak ditakdirkan kuliah di Jepang karena mereka khawatir terhadap saya bila terlalu jauh dari mereka. Mereka takut jika saya akan terbawa arus bila berada di negeri yang di sana tidak diperbolehkan syiar agama. Baiklah, saat itu saya terima. Mungkin memang itu yang terbaik untuk saya, toh orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya.

Tapi ternyata tidak. Saat ini, saya baru menyadarinya. Bahwa yang membuat saya tidak lulus untuk kuliah di Jepang lebih dari sekedar kekhawatiran orang tua. Hari ini, saya tersadar, bahwa ada yang ternyata jauh lebih menyayangi siapapun yang ada di dunia ini lebih dari orang tua orang tersebut. Dan dialah yang telah tidak membiarkan saya untuk kuliah di Jepang. Dialah Allah. Hari ini saya sadar, akankah jika saya di Jepang, saya akan mendapatkan salah satu nikmat terbesar yang diberikannya kepada hambanya? Akankah jika saya kuliah di Jepang, saya mendapat nikmat hidayah untuk bisa menyesali semua perbuatan dosa yang telah banyak menumpuk di dalam buku catatan amal saya? Bukankah jika saya kuliah di sana, maka fitnah dunia akan semakin besar? Bukankah jika saya di sana, akan semakin sulit bagi saya untuk bisa menjaga iman? 

Maka nikmat tuhan yang mana yang bisa ku dustakan. Hanya Allah, satu-satunya yang selalu menginginkan yang terbaik untuk semua orang, tanpa terkecuali. Bahkan kini saya sadar, bagaimana orang tua saya ingin saya lulus tepat waktu, namun Allah berkeinginan lain. Bukankah orang tua saya menginginkan yang terbaik untuk anaknya? Itu pasti. Tapi bukankah Allah juga menginginkan yang terbaik untuk hambanya, dan dia jauh lebih tau mana yang terbaik untuk hambanya? Sungguh itu jauh lebih pasti. Saya berfikir, akankah saya bisa menulis seperti ini jika saya lulus tepat waktu empat tahun? Akankan saya bisa menyesali semua maksiat dan dosa yang sudah bertumpuk jika saya lulus empat tahun?

Maka benarlah, hanya Allah yang mutlak tahu yang terbaik untuk semua hambanya. Hanya Allah yang paling menyayangi hambanya, paling mencintai hambanya. Dan jika dia memberi nikmat kepada teman-teman saya melalui gelar sarjana di tahun ke empat, maka saya sangat bersyukur dia memberi nikmat kepada saya berupa teguran darinya di tahun ke empat. Tidak ada satupun di dunia ini yang pantas membuat saya tidak bersyukur padanya. Dia selalu punya rencana yang terbaik untuk hambanya. Percayalah.

NB: Teruntuk ke dua orang tua, ayah dan bunda, maafkan anakmu belum bisa membuat kalian bangga dengan toga dan wisuda. Akan saya usahakan secepatnya, tentu dengan izin-Nya. Doakan saja.

Tentang Dia dan Dirimu

Terlalu banyak fikiran yang mengganggunya tentangmu

Berjuta tanya tersimpan di hatinya selepas kepergianmu

Ingin hatinya menanyakan langsung padamu

Namun ia merasa bukan itu cara yang terbaik untukmu

Adakah di hatimu sedikit tersimpan namanya

Mungkinkah dirimu mau menerima kenyataan tentang dirinya

Bisakah orang tuamu mengizinkanmu untuk hidup bersamanya

Kuatkah hatimu menahan beratnya perjuangan dengan menjadi jantung hatinya



Ia bukan siapa-siapa

Bahkan di hatimu, ia sama sekali bukan apa-apa

Hanya fikirannya yang tak henti bertanya-tanya

Sampaikah padamu semua doa-doa

Kini  ia sadar, beribu pria mendambakan dirimu

Beratus lelaki dalam doanya menyebut namamu

Berpuluh kaum adam berusaha untuk halalkanmu

Sedangkan hanya dia satu yang tak kuasa melihat matamu



Adakah kesempatan hidup bersamamu untuknya

Malam ini ia temukan jawaban tidaknya

Mala mini ia paksakan ikhlasnya

Mala mini ia serahkan semua pada-Nya


"jangan tanyakan pertanyaan yang akan membuat kalian susah, jangan tanyakan pertanyaan yang kalian tidak ingin tahu jawabannya,"

Kamis, 28 Juli 2016

Ke Bandung Lagi!

Ke Bandung lagi, lagi-lagi ke Bandung. Tapi saat ini tujuan ke bandung sedikit berbeda dengan teman-teman seangkatan. Saat mereka kini bertujuan ke Bandung untuk mengambil toga, untuk wisuda, apadaya Sang Pemilik belum mengizinkan hambanya ini untuk mengikuti jalan yang sama dengan teman-teman yang lain. Sepertinya Dia memiliki rencana lain yang lebih indah daripada lulus tepat waktu untukku, itu pasti. Jadi ya buat teman-teman yang mungkin bernasib hampir sama dengan saya, kita syukuri saja apa yang diberikan-Nya. Rencana-Nya jauh lebih mulia untuk kita, bahkan dibandingkan dengan rencana kita sendiri, itu pasti. Dan untuk teman-teman yang sudah dikaruniai kelulusan oleh-Nya, barakallahu fiikum. Semoga ilmu yang juga dikaruniakan-Nya kepada kalian bisa dimanfaatkan untuk lebih mendekatkan diri pada-Nya.

Ke Bandung kali ini, tujuan saya sedikit berbeda dari biasanya. Kalau biasanya ke Bandung dengan tujuan kuliah, kali ini sedikit berbeda. Karena satu dan lain hal, niat ke Bandung kali ini saya ubah sedikit. Apa tujuan ke Bandung kali ini kalau bukan untuk kuliah? Sebetulnya ada beberapa tujuan. Sebetulnya mungkin terlihat sama saja dengan apa yang saya lakukan biasanya. Tapi mungkin kali ini sedikit diubah. Biasanya tujuan ke Bandung untuk kuliah, supaya bisa lulus, supaya dapat ijazah, supaya bisa dapat pekerjaan yang layak, supaya bisa membahagiakan orang tua, supaya bisa diridhoi orang tua, supaya bisa diridhoi Allah. Tapi saya menyadari, ada yang salah ditujuan saya yang biasanya ini. Kenapa Allah diletakkan terakhir. Betapa ternyata selama ini saya telah salah. Adakah selama ini ilmu yang saya dapat bernilai ibadah di sisi Allah, jika Dia saya letakkan di tujuan paling akhir? Seakan-akan saha menganggap, belajar lah sebanyak-banyaknya, berprestasilah setinggi-tingginya, berjuanglah sekuat-kuatnya, namun jangan lupa ibadah. Bukankah seharusnya dibalik, beribadahlah semaksimalnya, sedekahlah sebanyak-banyaknya, ke mesjidlah sesering-seringnya, bacalah alquran sebanyak-banyaknya, puasalah sesering-seringnya, bersilaturrahimlah sesering-seringnya dengan keluarga, tuntutlah ilmu agama setingi-tingginya, namun jangan lupa kuliah. 

Maka ke Bandung, saat ini saya niatkan hanya untuk beribadah kepada-Nya bagaimanapun caranya, tapi jangan lupa wisuda. Semoga Allah memudahkan kita untuk meraih ridho-Nya, dan semoga Allah meridhoi kita semua untuk bisa segera wisuda, amin.

Minggu, 24 Juli 2016

Kisah Satu Dinar

Syahdan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memiliki seorang shahabat laki-laki yang dalam sautu hadits dikisahkan, bahwa pada suatu hari rasulullah meminta tolong kepada pembantu beliau tersebut untuk membeli seekor kambing. Rasulullah pun memberikan uang sebesar satu dinar kepada pembantunya tersebut. Lalu pergilah pembantu beliau untuk membeli kambing. Ternyata, shahabat beliau ini adalah orang yang cerdik. Ia pun pergi mencari kambing untuk dibeli di pinggiran Kota Madinah. Ketika mencari, ia menemui seorang peternak kambing dan membeli kambing dari peternak tersebut dengan harga setengah dinar perekornya sehingga dapatlah ia dua ekor kambing dengan uang satu dinar tadi. Setelah itu shahabat ini pergi ke pasar, dengan tujuan menjual satu dari dua ekor kambing yang ia beli tadi. Ia pun berhasil menjual satu ekor kambing itu dengan harga satu dinar di pasar.

Singkat cerita, setelah beberapa waktu shahabat beliau pun kembali menghadap beliau dengan membawa satu ekor kambing dengannya, sesuai dengan apa yang diminta oleh Rasulullah kepadanya. Ketika shahabat tersebut memberikan seekor kambing itu beserta uang sebesar satu dinar kepada Rasulullah, beliau pun penasaran. Maka beliau menanyakan kepada shahabatnya itu bagaimana ia bisa mendapatkan satu ekor kambing, sementara uang satu dinar yang beliau berikan sebelumnya sama sekali tidak berkurang. Shahabat ini pun menjawab dengan menceritakan sebagaimana yang dilakukannya tadi, yaitu membeli dua ekor kambing dengan harga masing-masing setengah dinar, lalu menjual salah satunya dengan harga satu dinar.

Dari kisah rasulullah dengan salah seorang shahabat beliau tersebut, terdapat dua pembelajaran yang sangat berharga yang bisa kita dapatkan. Pertama, bahwa dalam Rasulullah tidak melarang kita untuk berdagang  dengan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Karena shahabat beliau menjual kambing yang ia beli seharga setengah dinar, dengan harga satu dinar. Hal ini berarti shahabat beliau tersebut mengambil keuntungan 100% dari modal awal, dan Rasulullah sama sekali tidak melarang hal tersebut.

Pembelajaran ke dua, bahwa betapa hebatnya ajaran islam, ajaran yang dibawa oleh rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bagaimana islam pasti selalu mengajarkan kebaikan, bahkan yang terbaik. Hal ini terbukti dari di dalam islam disyariatkannya menggunakan dinar atau dirham sebagai alat tukar, bukan yang lain. Dan betapa hebatnya syariat tersebut, karena dengan dinar atau dirham tidak akan pernah ada yang namanya inflasi. Buktinya, harga seekor kambing pada zaman Rasulullah masih hidup berkisar antara setengah dinar sampai satu dinar. Dan subhanallah, sampai saat ini pun harga seekor kambing masih berkisar diantara harga tersebut, antara setengah sampai satu dinar.  Saat ini, satu dinar adalah sekitar 2.1 juta rupiah. Silakan dicari, berapa harga kambing saat ini. Kita akan menemukan harga seekor kambing saat ini adalah berkisar antara 1 sampai dua juta rupiah. Atau dengan kata lain, harga kambing saat ini masih berkisar antara setengah sampai satu dinar. Lihatlah bagaimana dinar tidak pernah mengalami inflasi selama lebih dari seribu empat ratus tahun. Seribu empat ratus tahun lebih, dan apa yang disyariatkan oleh islam, yang disyariatkan oleh Rasulullah, tidak pernah mengalami keburukan sama sekali.

Allahu a’lam.

Rabu, 20 Juli 2016

Aku Ingin Pulang

Dunia, adalah suatu tempat yang penuh dengar berbagai macam kenikmatan, berbagai macam hal indah, berbagai macam kesenangan. Dunia ini penuh dengan kelezatan dan kenyamanan yang ditawarkannya untuk semua orang yang hidup di dalamnya. Sangat banyak yang ditawarkan oleh dunia, yang jika kita nikmati itu hati kita akan terasa sangat senang, sangat nyaman, sangat damai. Betapa banyaknya keindahan dan kenikmatan dunia yang bisa kita ambil dan kita raih selama kita masih hidup di dunia ini. Sangat banyak sekali yang ditawarkan oleh dunia. Tinggal bagaimana kita bisa meraihnya, tinggal bagaimana kita bisa mendapatkannya, tinggal bagaimana kita bisa menikmatinya, seluruh kenikmatan yang ditawarkan oleh dunia.

Kini umurku di dunia ini telah hampir menginjak dua puluh tiga tahun. Aku sudah hidup di dunia ini selama hampir dua puluh tiga tahun. Hampir seluruh masa itu aku habiskan untuk menikmati kenikmatan yang ada di dunia ini, tanpa sedikitpun berfikir keras bagaimana cara untuk mendapatkannya. Seakan-akan kenikmatan itu datang begitu saja kepadaku. Tak pernah terfikir olehku, bahwa sesungguhnya bukan ini  yang seharusnya ku kejar. Bukan ini yang seharusnya ku tuju. Bukan ini yang seharusnya tempat di mana aku merasa nyaman. Bukan tempat ini yang seharusnya membuatku merasa betah. Bukan. Dunia bukanlah rumahku.

Adalah kesendirianku yang menyadarkan bahwa dunia ini tak lebih hanyalah sebuah tempat persinggahan bagiku. sebelum aku kembali pulang ke rumahku yang sebenarnya nanti. Kesendirianlah yang menyadarkanku, bahwa memang dunia bukanlah tempatku. Bahwa dunia bukanlah rumahku. Kesenidirian itu datang ketika aku tersadar bahwa nanti di kehidupanku yang akan datang di dunia ini, aku akan berjuang sendiri untuk apa yang aku inginkan, tanpa ada satu orang pun yang mau menemani jalanku untuk mencapai tujuanku tersebut. Bahkan di kesendirian jalan menuju tujuan tersebut, pasti ada orang yang tidak senang terhadapku. Akan ada orang yang suka mengejekku. Akan ada orang yang senang melihatku terjatuh. Akan ada orang yang menertawakanku. Akan ada orang yang ku percaya, namun dia mengkhianati kepercayaanku padanya. Akan ada orang yang ku beri kebaikan, namun dia bebalik menjelekkanku dari belakang. Dan akan ada orang yang aku cinta, namun dia dengan gampangnya pergi begitu saja tanpa memikirkan apa yang ku rasa.

Kesendirian itu sangat nyata dalam kehidupan di dunia tempat persinggahan ini. Tiada satu apapun di dunia ini yang berani menjamin keberadaannya akan selalu ada untukku. Mereka hanya bisa berjanji, mungkin. Tapi aku sadar, bahkan aku pun sering mengingkari janjiku untuk selalu ada. Dan terkhusus untuk itu, aku memohon maafku yang sebesar-besarnya, dengan kerendahan hati yang serendah-rendahnya, aku minta maaf kepada orang yang mungkin tersakiti dengan janjiku yang mungkin tak bisa ku penuhi itu. Namun itu membuat ku tersadar, bahwa betapa di dunia ini kesenangan itu hanya bualan, hanya sementara, tidak ada kesenangan dunia ini yang selamanya. Akan ada masanya kesenangan itu justru berbalik menusuk dan menyakiti orang yang sebelumnya dibuatnya bahagia. Bahwa tidak ada yang menjamin kita akan bahagia selamanya. Itu tidak akan pernah terjadi.

Dunia ini sangat menyakitkan. Dunia ini sangat menyengsarakan. Dunia ini sangat menyusahkan. Dunia ini penuh dengan fitnah. Dunia ini penuh dengan benci. Dunia ini penuh dengan permusuhan. Dunia ini penuh dengan caci maki. Dunia ini penuh dengan iri dengki. Dunia ini penuh dengan janji kosong. Dunia ini penuh dengan kesendirian. Tidak ada satupun yang bisa benar-benar selalu menolong kita di dunia ini. Kecuali Dia. Kecuali Allah. Ternyata benar, kita hanya memiliki Allah.

Dan ketika ku tersadar dalam kesendirian, fikiran itu seketika terlintas begitu saja di dalam benakku. Aku mulai lelah dengan fitnah dunia ini. Betapa beratnya mempertahankan keimanan di tengah berbagai macam fitnah yang ada di dunia saat ini.  Aku mulai lelah dengan semua itu. Aku lelah berada di dunia yang penuh dengan fitnah ini. Aku ingin segera kembali ke rumahku yang sebenarnya. Aku lelah di tempat persinggahan yang sangat menyakitkan ini. Aku ingin segera menuju ke kampung halamanku yang sebenarnya, yang tidak ada tujuan lain selain ke sana. Aku ingin pulang. Aku ingin betemu dengan-Mu.

Aku ingin pulang. Tapi aku sadar, bahwa bekalku untuk pulang masih sangat kurang, bahkan mungkin sangat jauh dari kata cukup untuk bisa Kau terima aku di rumah asal ayahku Adam alaihissalam. Bekal yang aku miliki sejauh ini mungkin masih sangat jauh dari cukup agar Engkau ridhoi aku untuk kembali pulang ke surga-Mu. Aku sadar itu. Aku tahu aku masih harus lebih banyak beribadah untuk-Mu. Aku masih harus lebih tunduk patuh dan takut kepada-Mu. Agar Engkau bisa meridhoiku untuk pulang ke surga-Mu. Sesungguhnya selama ini aku telah bersalah terhadap diriku sehingga jauh dari keridhoan-Mu, jika bukan karena Engkau mengampuniku, jika bukan karena rahmat dan kasih sayang-Mu, pastilah aku termasuk ke dalam orang yang rugi, yang pulang namun bukan ke tempat ayahku Adam alaihissalam berasal. Maka aku bermohon pada-Mu, bantulah aku untuk selalu beribadah kepada-Mu. Untuk selalu senantiasa berada di dalam jalan agama-Mu. Untuk selalu mengikuti apa yang Engkau dan Rasul-Mu perintahkan kepadaku. Karena sejujurnya, jika tanpa kekuatan dan petunjuk-Mu, aku sudah sangat lelah berada di dunia ini. Maka aku selalu memohon bimbingan-Mu, karena aku sangat ingin pulang. Pulang ke surga-Mu.

Jumat, 15 Juli 2016

Pria dan Domba

Pada zaman dahulu, diceritakan pada suat hari terdapat seorang pria yang sedang singgah di suatu kota untuk berdagang. Di kota tersebut, pria ini tidak sengaja melewati suatu lembah yang luas. Pria ini pun melihat ke arah lembah tersebut. Ketika ia melihat ke lembah tersebut, betapa terkagumnya pria ini ketika ia melihat di lembah tersebut ternyata dipenuhi oleh begitu banyak domba yang sehat, gemuk, berbulu tebal, dan sangat aktif bergerak. Semuanya memperlihatkan betapa domba-domba di lembah tersebut adalah domba dengan kualitas yang sangat baik, sangat luar biasa. Pria ini berdecak kagum dan terus memandangi domba-domba di lembah tersebut selama beberapa saat. Dari tatapannya, terlihat bahwa pria ini ingin memiliki domba yang seperti domba-domba di lembah tersebut. Pasti sangat banyak manfaat yang bisa diambil dari domba tersebut, fikirnya. Harganya pasti sangat mahal, dagingnya banyak, bulunya tebal, bahkan mungkin tulangnya bisa dijadikan suatu peralatan tertentu. Pasti harganya sangat mahal.

Ketika pria itu sedang asik melihat kagum kepada domba-domba di lembah tersebut, datanglah seorang pria gagah berbadan tegap kepadanya. Pria gagah ini berkata kepadanya, "apakah kau sedang melihat domba-domba di lembah itu?". Pria itu pun menjawab, "benar, aku sedang melihat domba-domba di lebah itu. Sungguh beruntunglah pemilik domba-domba tersebut." Lalu pria gagah itu menanggapinya, "aku lah pemilik domba-domba itu, jika kamu menginginkannya ambillah. Bawalah semua domba-domba itu pulang bersamamu, domba itu jadi milikmu semua jika kau mau." Pria ini tentu terkejut, bagaimana bisa ada orang yang bisa memberikan harta kekayaannya kepada orang yang baru ditemuinya kali ini, yang bahkan tidak diketahuinya asal-usulnya, tanpa disisakan sedikitpun untuknya. Pria ini pun menerima domba-domba tersebut sebagai pemberian dari pria gagah tadi.

Sambil membawa domba-domba tersebut pulang, pria ini berfikir akibat kekagumannya pada pria gagah yang baru saja memberikan seluruh domba yang dimilikinya. Pria gagah tadi pastilah seorang yang sangat kaya raya, yang memiliki begitu banyak harta berlebih, sehingga bisa dengan mudahnya begitu saja memberikan seluruh dombanya kepada orang yang baru ditemuinya, tanpa disisakan satu ekor pun untuknya. Maka pria ini pun bertanya kepada penduduk kota tersebut tentang siapa sebenarnya pria gagah itu.

Pria itu pun menemui seseorang yang ditemuinya, "hai saudara, siapakah pemilik domba-domba yang ada di lembah itu?". Orang itu malah bertanya balik kepadanya, "kau pendatang ya? Apakah pemilik domba-domba di lembah itu memberikan dombanya kepadamu?". Pria ini tentu saja heran, bagaimana orang ini bisa tau. "Benar aku adalah pendatang dan benar pemilik domba-domba itu memberikan dombanya kepadaku, bahkan seluruh dombanya tanpa menyisakan satu domba pun untuknya. Siapa sesungguhnya gerangan pria tersebut? Pastilah dia orang yang sangat kaya raya di kota ini, apa pekerjaannya?" Pria itu menjawab dan kembali bertanya kepada orang tersebut. Betapa terkejutnya pria ini mendengar reaksi dari orang yang ditanyanya. Orang itu menjawab, sambil tersenyum lebar, "ketahuilah hai pendatang, orang yang telah memberi seluruh domba yang sangat mahal miliknya tanpa tersisa kepadamu, sesungguhnya dia bukanlah orang yang kayahartanya. Tapi dia adalah orang yang paling kaya akhlaqnya, paling kaya kebaikannya. Dia adalah nabi Allah, beliaulah Rasulullah, Muhammad shollallahu alaihi wa sallam."